Pages

Jumat, 31 Januari 2025

RISALAH KEUTAMAAN NISFU SA'BAN DALAM KITAB HUSNUL BAYAN

Bagi pembaca yang mau download kitab HUSNUL BAYAN 

alternatif download : Terkadang linknya error jika tidak bisa yang pertama pilih yang kedua
        atau

Risalah Husnul Bayan dan Latar Belakang Penulisannya

Seorang ulama bernama Syekh Abdullah Muhammad al-Ghimari menulis sebuah risalah berjudul:

حُسْنُ الْبَيَانِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ

(Husnul Bayan fi Lailatin Nishfi min Sya’ban)

Risalah ini ditulis karena setiap tahun banyak masyarakat bertanya kepada beliau mengenai amalan dan doa-doa malam Nishfu Sya’ban. Awalnya, beliau hanya menjawab secara lisan atau menulis di majalah Islam. Namun, karena pertanyaan ini muncul berulang setiap tahun, beliau akhirnya menuliskannya dalam risalah setebal 42 halaman.

Sumber Referensi Risalah

Dalam menyusun risalah ini, Syekh Abdullah merujuk pada beberapa kitab besar, di antaranya:

  1. Al-Idhah – Karya Ibnu Hajar al-Haitami
  2. Ma Ja’a fi Syahri Sya’ban – Karya Al-Hafidz Abu al-Khatib Dihyah al-Andalusi
  3. Fi Lailatin Nishfi – Karya Al-Ajhuri (ulama bermadzhab Maliki)

Menurut Syekh Abdullah, keutamaan malam Nishfu Sya’ban sudah dikenal sejak zaman dahulu. Pada malam itu, banyak orang beribadah, berdoa, dan berdzikir.

Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai cara menghidupkan malam tersebut:

  • Apakah boleh dilakukan secara berjamaah atau harus sendiri-sendiri?
  • Apakah menambah ibadah pada malam itu dianggap bid’ah atau tidak?

Syekh Abdullah memilih pendapat yang tidak memberatkan masyarakat, karena amalan malam Nishfu Sya’ban sudah menjadi tradisi yang mengakar.

Dalil Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban

Syekh Abdullah menegaskan bahwa meskipun hadis-hadis tentang malam Nishfu Sya’ban sebagian besar berstatus dha’if (lemah), namun tetap dapat diamalkan dalam fadha’ilul a’mal (amal ibadah yang dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah).

Bahkan, terdapat dalil dalam hadis Shahih Muslim yang memperkuat keutamaan malam ini:

Hadis dari Jabir bin Abdullah RA

النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:

"إِنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَةً، لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ".
(HR. Muslim)

Terjemahan:
"Sesungguhnya pada malam hari terdapat satu waktu di mana seorang Muslim yang memohon kebaikan dunia dan akhirat kepada Allah, pasti akan dikabulkan. Dan waktu itu ada pada setiap malam.”

Hadis ini menunjukkan bahwa malam Nishfu Sya’ban termasuk dalam malam-malam istimewa di mana doa lebih mudah dikabulkan.

Sejarah Peringatan Malam Nishfu Sya’ban

Syekh Abdullah menjelaskan bahwa peringatan malam Nishfu Sya’ban pertama kali dilakukan oleh para Tabi’in dari negeri Syam, seperti:

  • Khalid bin Ma’dan
  • Makhul
  • Luqman bin ‘Amir

Mereka mengagungkan malam tersebut dan memperbanyak ibadah di dalamnya. Namun, kemudian muncul perbedaan pendapat:

  1. Penduduk Bashrah dan sekitarnya mengikuti praktik para tabi’in negeri Syam.
  2. Ulama Madinah dan Hijaz menganggap perayaan ini sebagai bid’ah.

Di antara ulama yang menolak peringatan malam Nishfu Sya’ban adalah Imam ‘Atha, Ibnu Abi Malikah, dan para fuqaha Madinah.

Bentuk Ibadah Malam Nishfu Sya’ban

Para ulama negeri Syam berbeda pendapat mengenai cara menghidupkan malam Nishfu Sya’ban:

  1. Sebagian ulama membolehkan ibadah berjamaah di masjid, dengan memakai pakaian terbaik, membakar kemenyan, dan beribadah semalaman. Pendapat ini didukung oleh Ishaq bin Rahaweh dan Imam Al-Walid RA.
  2. Sebagian lain menganggap makruh jika ibadah dilakukan berjamaah dengan membaca kisah-kisah dan doa bersama. Namun, jika shalat sendiri-sendiri di masjid, maka diperbolehkan. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Al-Auza’i.

Dalil Hadis tentang Malam Nishfu Sya’ban

1. Hadis dari Mu'adz bin Jabal RA

عَنْ مُعَاذٍ بِنْ جَبَلٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ يَطَّلِعُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ, فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

Artinya: Dari Mu'adz bin Jabal RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda:

"Allah Tabaraka wa Ta'ala melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya'ban, lalu Allah mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan."

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu'aim. Ibnu Hibban mengatakan hadis ini shahih, sedangkan Imam Thabrani menyatakan bahwa para perawinya dapat dipercaya.


2. Hadis dari Aisyah RA

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَخَرَجْتُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ فَقَالَ أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كِلَبٍ

Artinya: Dari Aisyah RA, ia berkata:

"Aku kehilangan Rasulullah SAW pada suatu malam. Kemudian aku keluar dan menemukan beliau di pemakaman Baqi Al-Gharqad. Lalu beliau bersabda, 'Apakah engkau khawatir Allah dan Rasul-Nya akan menyia-nyiakanmu?' Aku menjawab, 'Tidak, wahai Rasulullah, sungguh aku mengira engkau mendatangi sebagian istri-istrimu.' Lalu Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya Allah menyeru hamba-Nya pada malam Nisfu Sya'ban dan mengampuni mereka dengan jumlah pengampunan yang lebih banyak dari bulu domba Bani Kilab.'”

Hadis ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad. Ibnu Hibban mengatakan hadis ini shahih.


3. Hadis dari Abu Musa Al-Asy'ari RA

عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إن الله ليطلع في ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو منافق.

Artinya: Dari Abu Musa Al-Asy'ari RA, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda:

"Sesungguhnya Allah SWT melihat kepada hamba-Nya pada malam Nisfu Sya'ban, maka Allah SWT mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang yang menyekutukan Allah atau orang yang munafik."

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah.


4. Hadis dari Ali bin Abi Thalib RA

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ : إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَ صُوْمُوا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ : أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ ! أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ : أَلَا مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ ! أَلَا كَذَا ... أَلا كَذَا ... حَتَّى يَطْلُعَ الفَجْرُ

Artinya: Dari Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Apabila tiba malam Nisfu Sya'ban, salatlah pada malam harinya dan berpuasalah di siang harinya. Karena sesungguhnya Allah menyeru hamba-Nya di saat matahari tenggelam, lalu berfirman: 'Adakah yang meminta ampun kepada-Ku? Niscaya Aku akan mengampuninya. Adakah yang meminta rezeki kepada-Ku? Niscaya Aku akan memberinya rezeki. Adakah yang sedang mengalami cobaan? Niscaya Aku akan menyembuhkannya. Adakah yang demikian? Adakah yang demikian? Hingga terbit fajar.'”

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi.

Doa yang Diajarkan Syekh Abdullah

Setelah menjelaskan dalil tentang keutamaan malam Nisfu Sya'ban, Syekh Abdullah juga membahas doa-doa yang biasa dibaca umat Islam pada malam tersebut. Beliau menegaskan bahwa membaca Surah Yasin sebanyak tiga kali dengan niat tertentu, serta shalat hajat yang dilakukan setelahnya, tidak memiliki dasar yang kuat dalam Islam. Oleh karena itu, Syekh Abdullah hanya menganjurkan doa yang memiliki dasar dalam Al-Qur'an. Berikut adalah doa yang beliau rekomendasikan:

Teks Doa

يَا ذَا الْمَنِّ وَلَا يُمَنُّ عَلَيْهِ، يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ، يَا ذَا الطُّولِ وَالْإِنْعَامِ، لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، ظَهْرُ اللَّاجِئِينَ، وَجَارُ الْمُسْتَجِيرِينَ، وَمَأْمَنُ الْخَائِفِينَ.
اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِي عِنْدَكَ (فِي أُمِّ الْكِتَابِ) شَقِيًّا أَوْ مَحْرُومًا أَوْ مَطْرُودًا أَوْ مُقْتَرًا عَلَيَّ فِي الرِّزْقِ، فَامْحُ اللَّهُمَّ بِفَضْلِكَ شَقَاوَتِي وَحِرْمَانِي وَطَرْدِي وَإِقْتَارَ رِزْقِي، وَأَثْبِتْنِي عِنْدَكَ فِي أُمِّ الْكِتَابِ سَعِيدًا مَرْزُوقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرِ، فَإِنَّكَ تَقُولُ فِي كِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ:
(يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِندَهُ أُمُّ الْكِتَابِ).

"Wahai Dzat yang Maha Memberi tanpa diberi, wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan, wahai Dzat yang memiliki anugerah dan nikmat yang luas, tidak ada Tuhan selain Engkau, sandaran bagi orang-orang yang mencari perlindungan, tempat berlindung bagi orang-orang yang meminta pertolongan, dan tempat aman bagi mereka yang ketakutan. Ya Allah, jika Engkau telah menetapkan diriku di sisi-Mu (dalam Lauhul Mahfuzh) sebagai orang yang celaka, terhalang dari rahmat, terusir, atau disempitkan rezekinya, maka hapuslah dengan karunia-Mu kesengsaraan, keterhalangan, keterusiran, dan kesempitan rezekiku. Tetapkanlah aku di sisi-Mu dalam Lauhul Mahfuzh sebagai orang yang bahagia, diberi rezeki, dan diberi taufik untuk berbuat kebaikan. Sesungguhnya Engkau telah berfirman dalam kitab-Mu yang telah Engkau turunkan: ‘Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi-Nya-lah Ummul Kitab (Lauhul Mahfuzh)’.”

Sementara bagian tambahan dari doa ini berasal dari Syekh Ma’ul ‘Ainain as-Syinqithi:

Teks Doa Tambahan dalam Bahasa Arab:

إِلٰهِي بِالتَّجَلِّي الْأَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمَ، الَّتِي يُفْرَقُ فِيهَا كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ وَيُبْرَمُ، أَسْأَلُكَ أَنْ تَكْشِفَ عَنَّا مِنَ الْبَلَاءِ مَا نَعْلَمُ وَمَا لَا نَعْلَمُ، وَمَا أَنْتَ بِهِ أَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ الْأَعَزُّ الْأَكْرَمُ. وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

"Ya Tuhanku, dengan cahaya kemuliaan-Mu yang terbesar pada malam Nisfu Sya’ban yang diberkahi, malam di mana segala urusan yang penuh hikmah ditetapkan dan ditetapkan kembali, aku memohon kepada-Mu agar Engkau mengangkat segala bala yang menimpa kami, baik yang kami ketahui maupun yang tidak kami ketahui, serta yang hanya Engkau lebih mengetahui. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha Mulia dan Maha Agung. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada junjungan kami, Nabi Muhammad, serta keluarga dan para sahabatnya."


Penentuan Takdir dan Ampunan pada Malam Nisfu Sya'ban

Syekh Abdullah menjelaskan bahwa malam Nisfu Sya'ban adalah malam di mana Allah SWT menetapkan takdir para hamba-Nya. Malam ini juga merupakan waktu yang penuh dengan rahmat dan ampunan bagi mereka yang memohon pengampunan, kecuali bagi mereka yang masih terjerumus dalam dosa besar seperti syirik dan permusuhan.

Sebagai dalil, beliau mengutip firman Allah SWT dalam Al-Qur'an:
"Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi-Nya-lah Ummul Kitab (Lauhul Mahfuzh)." (QS. Ar-Ra'd: 39)


Pandangan Syekh Abdullah tentang Shalat Nisfu Sya'ban

Terkait dengan shalat khusus yang dilakukan sebagian umat Islam pada malam Nisfu Sya’ban, Syekh Abdullah menegaskan bahwa tidak ada shalat khusus yang dianjurkan dalam syariat Islam. Hadis-hadis yang menyebutkan tentang shalat tertentu pada malam ini dianggap tidak memiliki dasar yang kuat dan bahkan termasuk hadis palsu (maudhu’).

Salah satu hadis yang beliau kritik berbunyi:

مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثِنْتَيْ عَشَرَ رَكْعَةً يِقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ ثَلاَثِيْنَ مَرَّةً (قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ)، شُفِّعَ فِيْ عَشَرَةٍ، لَمْ يَخْرُجْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ.

"Barang siapa yang shalat pada malam Nisfu Sya’ban sebanyak 12 rakaat, dan pada setiap rakaatnya membaca ‘Qul Huwallâhu Ahad’ tiga puluh kali, maka ia akan mendapatkan syafaat bagi sepuluh orang lainnya, dan ia tidak akan meninggal dunia sebelum diperlihatkan tempatnya di surga."

Syekh Abdullah menegaskan bahwa hadis ini tidak dapat dijadikan dasar karena dianggap lemah dan tidak memiliki sanad yang dapat dipercaya. Oleh karena itu, beliau menyarankan agar umat Islam tidak mengamalkan shalat khusus pada malam ini dengan keyakinan bahwa itu berasal dari Nabi SAW.

Kesimpulan

  • Malam Nishfu Sya’ban adalah malam istimewa yang dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan doa.
  • Meskipun ada perbedaan pendapat, Syekh Abdullah memilih sikap yang tidak memberatkan masyarakat.
  • Tidak ada dalil yang shahih tentang shalat khusus malam Nishfu Sya’ban, tetapi tetap dianjurkan untuk beribadah.

Semoga Allah SWT memberikan kita keberkahan dalam menghidupkan malam Nishfu Sya’ban.

Senin, 27 Januari 2025

Islam dan Lingkungan: Menjaga Amanah Allah di Bumi

Hadirin yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan yang penuh berkah ini, kita akan membahas tentang pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian dari amanah Allah SWT. Dalam Islam, bumi dan segala isinya adalah milik Allah yang diberikan kepada umat manusia untuk dijaga dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Islam mengajarkan kita untuk berperan aktif dalam menjaga kelestarian alam sebagai wujud tanggung jawab kita sebagai khalifah di muka bumi.


1. Konsep Lingkungan dalam Islam: Alam sebagai Amanah

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَىٰ الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا
"Sesungguhnya Kami menjadikan segala yang ada di bumi sebagai perhiasan bagi bumi, agar Kami menguji mereka siapa di antara mereka yang terbaik amalnya. Dan sesungguhnya Kami akan menjadikan bumi itu tanah yang tandus."
(QS. Al-Kahfi: 7-8)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa segala yang ada di bumi, baik itu tumbuh-tumbuhan, hewan, maupun alam semesta lainnya, adalah perhiasan dan amanah dari Allah. Semua itu diciptakan untuk dimanfaatkan, tetapi dengan cara yang tidak merusak dan mempertahankan keseimbangan alam. Kita sebagai umat manusia memiliki tugas untuk menjaga dan merawat alam semesta ini dengan sebaik-baiknya.


2. Islam Mengajarkan Pengelolaan Sumber Daya Alam dengan Bijak

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Alqamah bin Qais, Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ رَحِيمٌ يُحِبُّ الرَّحْمَةَ فِي كُلِّ شَيْءٍ
"Sesungguhnya Allah Maha Penyayang dan mencintai kasih sayang dalam segala hal."
(HR. Muslim)

Hadis ini mengajarkan kita untuk selalu berkasih sayang, termasuk terhadap lingkungan hidup. Mengelola sumber daya alam dengan bijak adalah salah satu bentuk kasih sayang kita terhadap bumi, karena kita tidak hanya memikirkan manfaat jangka pendek, tetapi juga kelangsungan hidup dan kesejahteraan makhluk hidup di bumi untuk generasi yang akan datang.


3. Larangan Merusak Alam dalam Islam

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
"Dan janganlah kamu merusak bumi setelah Allah memperbaikinya."
(QS. Al-A'raf: 56)

Ayat ini menegaskan bahwa Allah melarang umat manusia untuk merusak bumi. Kerusakan alam yang disebabkan oleh tangan manusia, seperti penebangan hutan yang berlebihan, polusi, atau pemborosan sumber daya alam, adalah bentuk kerusakan yang harus dihindari. Sebagai umat Islam, kita diingatkan untuk tidak berbuat kerusakan di bumi yang telah Allah ciptakan dengan penuh keseimbangan.


4. Tanggung Jawab Manusia sebagai Khalifah di Bumi

Allah SWT berfirman:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
"Dan ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi.'"
(QS. Al-Baqarah: 30)

Sebagai khalifah (pemimpin) di bumi, kita diberi tanggung jawab untuk menjaga dan memelihara bumi serta segala isinya. Tugas kita bukan hanya untuk menikmati hasil alam, tetapi juga untuk memastikan bahwa alam tetap lestari, agar generasi mendatang dapat menikmatinya dengan sebaik-baiknya. Sebagai khalifah, kita harus menjaga keseimbangan dan keberlanjutan alam.


5. Praktik Islami dalam Menjaga Lingkungan

Beberapa langkah konkret yang dapat kita lakukan dalam menjaga lingkungan sesuai dengan ajaran Islam antara lain:

  1. Menjaga kebersihan: Rasulullah ﷺ sangat menganjurkan umatnya untuk menjaga kebersihan, baik itu kebersihan diri maupun lingkungan sekitar. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:
    إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
    "Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan."
    (HR. Muslim)
    Kebersihan adalah bagian dari iman, dan menjaga kebersihan lingkungan adalah kewajiban bagi setiap Muslim.

  2. Menanam pohon dan merawat alam: Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
    إِذَا زَرَعَ أَحَدُكُمْ شَجَرَةً فَأَكَلَ مِنْهَا طَيْرٌ أَوْ حَيَوَانٌ فَإِنَّهُ لَكَ صَدَقَةٌ
    "Jika seseorang di antara kalian menanam pohon, dan ada burung atau hewan yang memakan dari pohon itu, maka itu adalah sedekah baginya."
    (HR. Bukhari)
    Menanam pohon bukan hanya untuk keindahan, tetapi juga untuk keberlanjutan kehidupan dan sebagai amal jariyah yang terus mengalir pahalanya.

  3. Menghemat sumber daya alam: Islam mengajarkan kita untuk tidak boros dalam menggunakan sumber daya alam. Allah SWT berfirman:
    إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
    "Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan."
    (QS. Al-Isra: 27)
    Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk hidup sederhana dan tidak berlebihan dalam menggunakan sumber daya alam.


Penutup

Hadirin yang dirahmati Allah,
Islam mengajarkan kita untuk menjaga bumi dan seluruh isinya sebagai amanah yang diberikan oleh Allah SWT. Menjaga alam bukan hanya sebuah kewajiban moral, tetapi juga bagian dari keimanan kita kepada Allah. Dengan menjaga kebersihan, menanam pohon, menghemat sumber daya, dan tidak merusak alam, kita tidak hanya melaksanakan perintah Allah, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Semoga kita semua dapat menjadi hamba Allah yang peduli terhadap lingkungan dan senantiasa menjaga bumi ini dengan sebaik-baiknya.

Zakat, Infak, dan Sedekah: Kunci Keberkahan Harta

 Hadirin yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan ini, kita akan membahas tentang tiga konsep penting dalam Islam yang terkait dengan harta, yaitu zakat, infak, dan sedekah. Tiga hal ini tidak hanya sebagai kewajiban bagi seorang Muslim, tetapi juga sebagai kunci untuk meraih keberkahan harta yang kita miliki. Sebagaimana kita ketahui, Allah SWT menjanjikan keberkahan bagi orang-orang yang senantiasa berbagi dengan sesama melalui zakat, infak, dan sedekah.


1. Zakat: Wajibnya Memberikan untuk Membersihkan Harta

Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّـهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّـهِ وَاللَّـهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
"Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, miskin, amil zakat, orang yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang yang berhutang, untuk fisabilillah, dan ibnu sabil. Itu adalah kewajiban yang ditentukan oleh Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
(QS. At-Tawbah: 60)

Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Zakat tidak hanya membersihkan harta kita, tetapi juga menjaga kita dari sifat kikir dan egois. Zakat mengajarkan kita untuk berbagi kepada sesama, terutama kepada mereka yang membutuhkan. Selain itu, zakat adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meraih keberkahan dalam kehidupan.


2. Infak: Memberi dengan Sukarela untuk Kebaikan

Allah SWT berfirman:
يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّـهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
"Mereka yang menafkahkan harta mereka baik di waktu lapang maupun sempit, dan menahan amarah serta memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."
(QS. Al-Imran: 134)

Infak adalah memberikan sebagian harta kita dengan sukarela, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Allah SWT menyebutkan bahwa infak adalah salah satu sifat orang-orang yang berbuat baik. Infak mencakup berbagai bentuk pemberian, tidak hanya terbatas pada uang, tetapi juga pada segala bentuk sumbangan yang dapat membantu kebaikan, seperti memberi makan, memberikan pakaian, atau memberikan dukungan moral. Infak mengajarkan kita untuk tidak terbatas hanya pada kewajiban zakat, tetapi juga berbuat lebih untuk kebaikan umat.


3. Sedekah: Pahala yang Tidak Terputus

Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
"Sedekah tidak akan mengurangi harta."
(HR. Muslim)

Sedekah adalah pemberian yang diberikan dengan ikhlas dan tanpa mengharap imbalan dari manusia. Tidak ada batasan dalam jumlah sedekah, baik itu sedikit maupun banyak, yang penting adalah niat yang tulus untuk membantu sesama. Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa sedekah yang dikeluarkan dengan niat yang ikhlas tidak akan mengurangi harta kita, melainkan justru mendatangkan keberkahan. Allah SWT juga berjanji bahwa setiap amal kebaikan yang kita lakukan, termasuk sedekah, akan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda.


4. Keberkahan dalam Harta melalui Zakat, Infak, dan Sedekah

Allah SWT berfirman:
يَمْحَقُ اللَّـهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah."
(QS. Al-Baqarah: 276)

Zakat, infak, dan sedekah adalah cara Allah untuk menyuburkan harta kita, bukan malah menguranginya. Dengan memberi kepada yang membutuhkan, Allah SWT akan menambah keberkahan pada harta yang kita miliki. Mungkin di mata manusia, memberi itu berarti mengurangi harta, tetapi di mata Allah, memberi justru akan menambah keberkahan dan pahala yang tak terhingga.


5. Manfaat Zakat, Infak, dan Sedekah dalam Kehidupan

Beberapa manfaat yang dapat kita rasakan dalam menjalankan zakat, infak, dan sedekah adalah:

  1. Membersihkan harta: Zakat, infak, dan sedekah membersihkan hati dan harta kita dari sifat kikir dan egois.
  2. Mendekatkan diri kepada Allah: Dengan berzakat, berinfak, dan bersedekah, kita semakin dekat dengan Allah, karena kita mengikuti perintah-Nya untuk berbagi dengan sesama.
  3. Mendapatkan keberkahan hidup: Allah menjanjikan keberkahan dalam setiap amal yang kita lakukan. Harta yang disedekahkan akan membawa berkah, baik dalam bentuk rezeki yang berlimpah maupun dalam bentuk ketenangan hati.
  4. Menjaga solidaritas sosial: Zakat, infak, dan sedekah mempererat ikatan antara sesama umat Islam, menjaga rasa saling tolong-menolong dan kepedulian terhadap orang-orang yang membutuhkan.

Penutup

Hadirin yang dirahmati Allah,
Zakat, infak, dan sedekah adalah amalan yang memiliki banyak manfaat, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan menunaikan kewajiban zakat dan bersedekah dengan ikhlas, kita tidak hanya membersihkan harta kita, tetapi juga meraih keberkahan dalam hidup. Mari kita jadikan zakat, infak, dan sedekah sebagai bagian dari hidup kita, sehingga kita menjadi umat yang peduli, beramal dengan ikhlas, dan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

Berbisnis dengan Akhlak: Mencari Keberkahan dalam Rezeki

Hadirin yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan ini, kita akan membahas sebuah tema yang sangat penting dan relevan dengan kondisi zaman kita saat ini, yaitu "Menjadi Generasi Qur'ani di Tengah Arus Globalisasi." Sebagai umat Islam, kita dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga identitas kita di tengah gelombang globalisasi yang semakin kuat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami bagaimana Al-Qur'an dapat menjadi panduan hidup, sekaligus kekuatan untuk menghadapi dunia yang semakin kompleks.


1. Al-Qur'an Sebagai Petunjuk Hidup

Allah SWT berfirman:
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
"Dan Kami turunkan kepadamu Kitab Al-Qur'an sebagai penjelasan bagi segala sesuatu, petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (Muslim)."
(QS. An-Nahl: 89)

Al-Qur'an adalah petunjuk hidup yang lengkap dan sempurna. Setiap masalah, baik itu dalam hubungan antar sesama, kehidupan sosial, ekonomi, maupun spiritual, sudah terdapat jawabannya dalam kitab yang mulia ini. Oleh karena itu, menjadi generasi Qur'ani berarti menjadikan Al-Qur'an sebagai referensi utama dalam setiap langkah hidup kita, meski di tengah derasnya arus globalisasi.


2. Tantangan Globalisasi bagi Generasi Muslim

Di era globalisasi ini, kita dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti:

  • Pengaruh budaya luar yang semakin kuat, yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
  • Teknologi dan media sosial yang sering kali membuat kita terjebak dalam arus informasi yang tidak selalu positif.
  • Kehilangan jati diri akibat tekanan sosial yang mengharuskan kita mengikuti tren yang tidak selalu sesuai dengan ajaran Islam.

Namun, di tengah tantangan ini, kita sebagai generasi Muslim harus tetap teguh memegang prinsip-prinsip Islam dan menjadikan Al-Qur'an sebagai pelita untuk mengarungi kehidupan.


3. Menjadi Generasi Qur'ani dalam Kehidupan Sehari-hari

Rasulullah ﷺ bersabda:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
"Sebaik-baik di antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya."
(HR. Bukhari)

Untuk menjadi generasi Qur'ani, kita perlu menerapkan ajaran Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari dengan cara:

  1. Mempelajari Al-Qur'an dengan pemahaman: Membaca Al-Qur'an tidak hanya untuk mendapatkan pahala, tetapi juga untuk memahami dan mengamalkan isinya.
  2. Mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam beribadah, berinteraksi dengan sesama, maupun dalam berbisnis.
  3. Mengajarkan Al-Qur'an kepada generasi berikutnya, agar nilai-nilai Qur'ani terus terjaga dalam keluarga dan masyarakat.

4. Menerapkan Nilai-Nilai Qur'ani dalam Globalisasi

Di tengah dunia yang terus berkembang, kita tidak bisa menghindari kemajuan teknologi dan arus globalisasi. Namun, kita bisa memilih untuk menggunakan teknologi dan informasi dengan bijak, sesuai dengan ajaran Al-Qur'an. Allah SWT berfirman:
وَقُل رَّبُّ زِدْنِي عِلْمًا
"Dan katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmuku.'"
(QS. Taha: 114)

Sebagai generasi Qur'ani, kita harus:

  1. Memanfaatkan teknologi untuk kebaikan, seperti mencari ilmu, berbagi pengetahuan, dan menyebarkan dakwah.
  2. Menjaga adab dan akhlak dalam berinteraksi di dunia maya, dengan tidak terpengaruh oleh budaya negatif atau informasi yang menyesatkan.
  3. Menjadi teladan bagi orang lain dalam menjaga identitas Islam, meski berada di tengah perbedaan dan kemajuan zaman.

5. Keutamaan Menjadi Generasi Qur'ani

Allah SWT berfirman:
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
"Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus."
(QS. Al-Isra: 9)

Menjadi generasi Qur'ani tidak hanya membawa manfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi umat dan masyarakat. Beberapa keutamaan menjadi generasi Qur'ani adalah:

  1. Tertunjuk dalam setiap langkah: Al-Qur'an akan membimbing kita dalam menghadapi berbagai ujian hidup.
  2. Mendapatkan keberkahan hidup: Rezeki yang didapat akan penuh berkah, dan kehidupan akan dipenuhi dengan ketenangan dan kedamaian.
  3. Mendapatkan pahala yang terus mengalir: Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur'an akan mendatangkan pahala yang tak terhingga.

Penutup

Hadirin yang dirahmati Allah,
Menjadi generasi Qur'ani bukanlah perkara yang mudah, tetapi sangat mungkin untuk kita wujudkan. Mari kita kembali kepada Al-Qur'an, mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, dan mengamalkannya dalam setiap aspek kehidupan kita, meskipun kita hidup di tengah arus globalisasi yang begitu pesat. Semoga kita selalu menjadi generasi yang mampu menjaga dan menerapkan ajaran-ajaran Qur'ani dalam kehidupan sehari-hari.

Berbisnis dengan Akhlak: Mencari Keberkahan dalam Rezeki

 Hadirin yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan kali ini, mari kita membahas tema yang sangat penting, yaitu "Berbisnis dengan Akhlak: Mencari Keberkahan dalam Rezeki." Dalam Islam, bisnis bukan hanya tentang mendapatkan keuntungan, tetapi juga tentang bagaimana kita menjaga nilai-nilai kejujuran, integritas, dan keberkahan dalam setiap transaksi.


1. Prinsip Bisnis dalam Islam

Allah SWT berfirman:
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
(QS. Al-Baqarah: 275)

Ayat ini menunjukkan bahwa Islam memberikan ruang bagi umatnya untuk berbisnis, namun harus dilakukan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Prinsip utama bisnis dalam Islam meliputi:

  1. Kejujuran: Tidak boleh ada penipuan atau manipulasi.
  2. Transparansi: Semua pihak harus paham tentang kesepakatan yang dibuat.
  3. Hindari Riba: Islam melarang riba karena mengandung unsur ketidakadilan.
BACA JUGA : https://www.profitablecpmrate.com/jhia0q4t?key=d8fbdb0b85489e525bb8a97479e743ce

2. Keutamaan Akhlak Mulia dalam Bisnis

Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ صِدْقَ الْحَدِيثِ وَأَدَاءَ الأَمَانَةِ يَجْلِبَانِ الرِّزْقَ
"Sesungguhnya kejujuran dan menunaikan amanah akan mendatangkan rezeki."
(HR. Ahmad, no. 4726)

Hadis ini menegaskan bahwa akhlak mulia seperti jujur dan amanah adalah kunci keberkahan dalam bisnis. Rasulullah ﷺ sendiri adalah pedagang yang sangat terpercaya sehingga mendapatkan gelar Al-Amin (yang terpercaya).

Contoh Akhlak Rasulullah dalam Bisnis:

  • Beliau tidak pernah menipu dalam timbangan.
  • Selalu jujur tentang kualitas barang dagangannya, baik kekurangan maupun kelebihannya.
  • Mengutamakan kepuasan pelanggan, bukan hanya keuntungan pribadi.

3. Bahaya Bisnis yang Tidak Berakhlak

Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
"Barang siapa menipu kami, maka ia bukan bagian dari kami."
(HR. Muslim, no. 102)

Bisnis yang tidak berlandaskan akhlak, seperti penipuan, riba, atau menimbun barang, hanya akan membawa kerugian, baik di dunia maupun akhirat. Dalam jangka panjang, bisnis yang tidak jujur akan kehilangan kepercayaan dan keberkahannya.


4. Berkah dalam Rezeki

Berkah tidak selalu berarti jumlah yang melimpah, tetapi ketenangan hati, manfaat, dan keberlanjutan dalam rezeki. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
"Sesungguhnya Allah mencintai jika salah seorang dari kalian melakukan pekerjaan, ia melakukannya dengan sebaik-baiknya."
(HR. Thabrani, no. 901)

Poin utama dalam mencari keberkahan rezeki:

  1. Jangan hanya fokus pada untung, tapi juga nilai manfaat.
  2. Utamakan keberkahan daripada kemewahan.
  3. Perbanyak sedekah untuk membersihkan harta.

5. Nasehat Ulama tentang Bisnis Berkah

Imam Al-Ghazali dalam kitab Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn berkata:
"تَاجِرٌ بِأَمَانَةٍ خَيْرٌ مِنْ زَاهِدٍ فِي دُنْيَاهُ وَلَا نَفْعَ لَهُ"
"Pedagang yang jujur lebih baik daripada orang zuhud yang tidak bermanfaat."

Imam An-Nawawi menambahkan:
"إِنَّ الْمُسْلِمَ يُحَاسِبُ نَفْسَهُ فِي الْمَالِ كَمَا يُحَاسِبُهَا فِي الدِّينِ"
"Seorang Muslim hendaknya memperhatikan urusan hartanya sebagaimana ia memperhatikan urusan agamanya."


Penutup

Hadirin yang dirahmati Allah,
Berbisnis dengan akhlak adalah salah satu bentuk ibadah yang tidak hanya mendatangkan rezeki, tetapi juga keberkahan. Mari kita jadikan bisnis sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan hanya untuk mencari keuntungan duniawi.

Semoga kita semua diberi rezeki yang halal, berkah, dan mampu menjaga akhlak mulia dalam setiap transaksi kita. 

Digitalisasi Kehidupan: Mengelola Waktu dan Amal di Era Teknologi

 Hadirin yang dirahmati Allah,

Di era digital saat ini, teknologi telah mengubah hampir semua aspek kehidupan. Gadget, media sosial, dan aplikasi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian kita. Namun, teknologi yang seharusnya menjadi alat untuk mempermudah hidup sering kali justru menyita waktu kita, mengalihkan perhatian dari amal, dan bahkan menjauhkan kita dari Allah SWT.

1. Waktu Adalah Amanah yang Harus Dijaga

Allah SWT mengingatkan kita tentang pentingnya waktu dalam firman-Nya:

وَٱلۡعَصۡرِ (١) إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِي خُسۡرٍ (٢) إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ (٣)
(سورة العصر: ١-٣)
Artinya: “Demi waktu, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.”
(QS. Al-Asr: 1-3)

Ayat ini menunjukkan bahwa waktu adalah modal utama manusia. Jika tidak dimanfaatkan dengan baik, waktu akan berlalu tanpa menghasilkan amal yang bermanfaat.

2. Teknologi: Berkah atau Ujian?

Teknologi adalah alat yang netral. Ia bisa menjadi berkah jika digunakan dengan bijak, tetapi juga bisa menjadi ujian jika disalahgunakan. Rasulullah ﷺ bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
(رواه البخاري، رقم 6412)
Artinya: “Ada dua nikmat yang banyak manusia lalai dalam memanfaatkannya: kesehatan dan waktu luang.”
(HR. Bukhari, no. 6412)

Di era digital, waktu luang sering kali habis untuk hal-hal yang tidak produktif, seperti scrolling media sosial tanpa tujuan, bermain gim tanpa batas, atau menonton konten yang kurang bermanfaat.

3. Prinsip Islam dalam Mengelola Waktu di Era Teknologi

A. Gunakan Teknologi untuk Mendekatkan Diri kepada Allah
Teknologi dapat menjadi sarana untuk meningkatkan keimanan, misalnya:

  • Mendengarkan kajian Islam melalui podcast atau YouTube.
  • Membaca Al-Qur'an melalui aplikasi digital.
  • Berbagi konten yang menginspirasi dan membawa kebaikan.

Allah SWT berfirman:
وَٱفۡعَلُواْ ٱلۡخَيۡرَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
(سورة الحج: ٧٧)
Artinya: “Dan lakukanlah kebajikan agar kamu beruntung.”
(QS. Al-Hajj: 77)

B. Hindari Pemborosan Waktu
Pemborosan waktu adalah salah satu bentuk penyia-nyiaan nikmat Allah. Allah SWT berfirman:

إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٰنَ ٱلشَّيَـٰطِينِۖ
(سورة الإسراء: ٢٧)
Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.”
(QS. Al-Isra’: 27)

Hindari menggunakan teknologi untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, seperti menyebarkan fitnah, hoaks, atau menghabiskan waktu untuk konten hiburan yang berlebihan.

C. Prioritaskan Amal yang Produktif
Rasulullah ﷺ bersabda:
احْرِصْ عَلَىٰ مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجِزْ
(رواه مسلم، رقم 2664)
Artinya: “Bersemangatlah terhadap apa yang bermanfaat bagimu, minta tolonglah kepada Allah, dan jangan lemah.”
(HR. Muslim, no. 2664)

Manfaatkan waktu untuk belajar, bekerja, dan beribadah dengan sebaik-baiknya.

4. Mengelola Amal di Era Teknologi

A. Berbuat Kebaikan di Dunia Digital

  • Gunakan media sosial untuk menyebarkan dakwah.
  • Bantu orang lain dengan informasi yang bermanfaat.
  • Hindari berkomentar negatif atau menyebar kebencian.

Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَىٰ خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
(رواه مسلم، رقم 1893)
Artinya: “Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.”
(HR. Muslim, no. 1893)

B. Jaga Keikhlasan dalam Beramal
Di era digital, amal kita sering kali terlihat oleh banyak orang. Jangan sampai amal kita kehilangan nilai karena tidak ikhlas. Allah SWT berfirman:

فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا
(سورة الكهف: ١١٠)
Artinya: “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.”
(QS. Al-Kahfi: 110)

5. Hikmah dari Pengelolaan Waktu dan Amal yang Bijak

  • Efisiensi Hidup: Menghindarkan diri dari hal-hal yang sia-sia.
  • Keberkahan Waktu: Dengan mengelola waktu secara baik, amal kita akan lebih berkualitas.
  • Ketenangan Jiwa: Amal yang ikhlas mendatangkan kebahagiaan.

Penutup

Hadirin yang dirahmati Allah,
Teknologi adalah anugerah yang luar biasa jika digunakan dengan bijak. Mari jadikan digitalisasi ini sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, meningkatkan amal, dan memberi manfaat kepada sesama.

Semoga Allah SWT memudahkan kita untuk menjaga waktu dan amal di era teknologi ini.